Potifar? Hmmm... namanya terkenal sebagai majikan nenek moyang bangsa Israel, Yusuf. Potifar adalah Kepala Pasukan Pengawal Raja, mungkin seperti komandan Paspampres kalau di Indonesia. Yang namanya kepala pengawal raja, pasti tanggung jawabnya besar sekali. Banyak tugas yang harus dikerjakan untuk memastikan keselamatan Firaun, sang raja Mesir.
Potifar mungkin termasuk orang yang hidupnya teratur. Meski memiliki banyak budak dan bawahan, namun ia tidak bisa begitu saja mempercayai mereka. Ia mengatur rumahnya dengan seksama. Hal itu dilakukannya selama bertahun-tahun, hingga ia melihat ada salah satu budaknya yang berbeda.
Bisa ditebak, Yusuflah nama budak itu. Dibandingkan dengan budak-budak yang lain, Potifar mungkin melihat ada "aura" tersendiri di dalam diri Yusuf. Alkitab mengisahkan, bahwa Potifar melihat segala pekerjaan yang ditugaskan kepada Yusuf selalu sukses. Selain itu, Yusuf juga mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik.
Bos mana sih, yang tidak senang dengan keberadaan anak buah yang berprestasi dan selalu berhasil dalam pekerjaannya? Kalaupun ada yang tidak suka dengan keberadaan Yusuf, pastilah itu "senior"-nya atau teman-teman sesama budak yang iri dengan dia.
Potifar akhirnya mendapatkan sosok yang bisa dipercaya. Yusuf telah bekerja bertahun-tahun di rumahnya dan tidak pernah berlaku curang. Ditambah lagi, kesibukannya makin menumpuk. Oleh karena itulah, ia mengambil sebuah langkah berani, menjadikan budak Ibrani itu untuk mengepalai semua budak yang dia miliki.
Sebagai seorang prajurit yang sudah senior, apalagi dipercaya raja untuk menjadi kepala pengawal, tentulah Potifar sudah memperhitungkan segala baik-buruk kebijakannya itu. Mengapa ia tidak mempercayakan rumahnya--misalnya--kepada anak buahnya yang sama-sama orang Mesir, namun justru mengangkat seorang budak asing yang bisa berpotensi untuk menyerang dia?
Salah satu kemungkinannya adalah, Potifar merasa cukup mengenal Yusuf dan Tuhan yang ia sembah. Alkitab menyaksikan bahwa Potifar melihat sendiri bagaimana Tuhan bekerja melalui Yusuf, membuat budak itu berhasil dalam tiap pekerjaannya. Selain itu, dia pastinya melihat bahwa Yusuf bukanlah orang yang berbahaya.
Ribuan tahun yang lalu di Mesir, kita membaca bahwa seorang kepala pengawal kerajaan telah menerapkan prinsip profesionalitas dalam dunia kerja. Ia tak memandang suku bangsa atau agama untuk mempertimbangkan pengangkatan seseorang ke jenjang yang lebih tinggi. Bagi dia, yang penting orang itu haruslah profesional dan dapat dipercaya. Profesionalitas mengedepankan kualitas karakter dan kinerja daripada atribut-atribut "bawaan lahir," seperti warna kulit atau agama.
Bagaimana dengan kita? Terkadang kita terjatuh dalam bagian ini. Kita menganggap, misalnya, bahwa semua orang seiman itu bisa dipercaya, tapi itu tidak selalu terjadi. Akibatnya, kita merekrut orang-orang yang kurang berprestasi, hanya karena dia seiman atau sewarna dengan kita. Ini tidak benar. Kita harus meneladani Potifar. Dalam dunia profesi, kita semestinya mengedepankan standar profesionalisme yang baik, yakni kualitas pekerjaan dan karakter yang teruji baik atau dapat dipercaya.
Salam profesional!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar