Saya bahkan sudah tak sanggup lagi tersenyum dengan
kekonyolan pernyataan yang disampaikan oleh Mendagri Gamawan Fauzi hari ini terkait
GKI Yasmin. Bagaimana tidak? Tadi pagi tersiar berita tentang beliau yang
mengatakan bahwa sudah ada “titik terang” terhadap kasus di GKI Yasmin dan
diharapkan akan selesai dalam minggu depan. Waktu pernyataan tersebut saya
tanyakan kepada Bona Sigalingging (jubir GKI Yasmin) lewat akun Twitternya
(@bonasays), dia sendiri menyatakan tidak tahu menahu, apa yang dimaksud
Mendagri dengan istilah tersebut.
Lalu muncullah berita terbaru tentang “titik terang”
tersebut. Ternyata, yang beliau maksudkan adalah penawaran 3 lokasi baru untuk
GKI Yasmin, yang konon ketiganya sama luasnya dengan lokasi yang ada saat ini.
Ia menambahkan bahwa dalam 1-2 hari mendatang, Kemendagri akan mengundang pihak
terkait seperti Kementerian Agama, GKI Yasmin, dan Pemda setempat untuk
mencapai perdamaian. GKI Yasmin kemudian akan dipersilakan untuk melihat-lihat
lokasi yang ditawarkan.
Pembaca yang budiman, sebagaimana sudah diketahui bersama,
permasalahan di GKI Yasmin bukanlah mengenai perseteruan antara GKI Yasmin dan
Pemda setempat (Pemkot Bogor), melainkan mengenai ketidaktaatan Walikota Bogor,
Diani Budiarto, untuk melaksanakan amar putusan Mahkamah Agung dan rekomendasi
Ombudsman RI. Alangkah aneh jika seorang pejabat setingkat Menteri bisa salah
memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Yang lebih aneh lagi adalah, kasus GKI Yasmin ini dipandang
bak kasus ketertiban umum biasa, sampai-sampai muncul solusi relokasi. GKI
Yasmin bukanlah pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di trotoar,
melainkan pemilik sah dari lokasi dan bangunan yang sedang “disandera” oleh Diani
Budiarto. Oleh karena itu, sangatlah absurd jika solusi yang muncul justru
adalah solusi relokasi. Tayangan “Telusur” di TVOne mengenai GKI Yasmin yang
bisa dilihat rekamannya di YouTube juga mengungkap, bahwa sebenarnya masyarakat
setempat sama sekali tidak keberatan dengan adanya GKI Yasmin, dan bahwa massa
yang setiap hari Minggu melakukan protes bukanlah berasal dari lingkungan
tersebut.
Jika demikian, bukankah jelas, bahwa bukan GKI Yasmin yang
mengganggu ketertiban umum, melainkan massa pendemo yang berasal dari kampung
antah-berantah itu? Mengapa bukan mereka saja yang ditawarkan relokasi demo?
Berikan saja sebuah lapangan yang cukup luas, dan biarkan mereka
berteriak-teriak di situ sampai siang, kelelahan, dan kemudian membubarkan diri.
Merelokasi pendemo, meski terdengar janggal, justru lebih bisa diterima akal
sehat daripada merelokasi GKI Yasmin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar