Laman

Revolusi Mental (Sedang Diupayakan) di DKI Jakarta

Sebelum menuliskan "uneg-uneg" di Kompasiana mengenai juru parkir yang menarik uang jasa parkir di luar ketentuan, saya lebih dulu mengajukan protes lewat Twitter kepada pihak terkait, seperti Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (@basuki_btp), Humas DKI Jakarta (@jakartagoid), dan UP Perparkiran DKI Jakarta (upparkirdki).

Isi kicauan-kicauan saya tersebut pada intinya sama dengan tulisan saya kemarin. Saya menceritakan kronologi kejadian dimana saya harus membayar tarif parkir dua kali lipat dari yang seharusnya di depan Gramedia Pasar Baru, Jakarta. Seharusnya, saya (dan pengguna parkir lainnya) cukup membayar sebesar dua ribu rupiah sekali parkir. Akan tetapi, pada waktu itu, saya hanya diberikan uang kembalian sebesar seribu rupiah dari uang sebesar lima ribu rupiah yang saya berikan, yang artinya saya harus membayar sebesar empat ribu rupiah.

Dalam kicauan-kicauan saya, saya lampirkan juga bukti pindaian dari dua karcis parkir "aspal" yang diberikan oleh si juru parkir nakal, yang mengaku "terpaksa" menarik jasa parkir lebih karena harus meyetor sejumlah uang kepada oknum Satpol dan polisi.
Keesokan harinya, saya mendapatkan "mention" dari @jakartagoid yang menyatakan terima kasih untuk laporan saya dan janji untuk meneruskannya kepada pihak terkait.
Lalu, tak lama setelah itu, saya kembali mendapatkan "mention", kali ini dari @upparkirdki, yang menyatakan tengah menindaklanjuti kicauan saya dengan disertai foto sebagai bukti. Sebagai catatan, foto juru parkir di foto yang dilampirkan oleh @upparkirdki bukanlah juru parkir yang saya ceritakan, tapi besar kemungkinan modus operandinya sama.
Saya mengapresiasi Pemprov DKI Jakarta, dalam hal ini UP Perparkiran, yang terbilang cekatan menindaklanjuti laporan dari masyarakat. Hal ini setidaknya menunjukkan, bahwa revolusi mental, sekalipun masih belum terwujud di sana-sini, sedang berusaja diwujudkan di wilayah kerja Provinsi DKI Jakarta.

Harapan saya tentunya adalah apabila suatu saat saya memarkirkan sepeda motor saya di depan Gramedia Pasar Baru, saya akan dikutip jasa parkir sesuai ketentuan (Rp 2.000,00) dan diberikan tanda bukti pembayaran berupa karcis parkir.

Oh iya, soal karcis parkir, sepertinya masih banyak juru parkir yang nakal dengan tidak memberikan tanda bukti pembayaran jasa parkir tersebut kepada pengguna jalan. Salah satu contohnya siang tadi di jalan Samanhudi. Setelah menerima uang jasa parkir dari saya, si juru parkir langsung berlari untuk memberikan aba-aba pada mobil yang juga hendak meninggalkan parkiran. Semoga dia bukan sengaja melakukannya atau hanya lupa.

Revolusi mental memang bukan hal yang mudah untuk diterapkan seperti membalikkan telapak tangan, tetapi memerlukan proses dan komitmen dari kita semua, baik dari Pemerintah, maupun dari masyarakat. Mungkin layanan-layanan publik seperti perparkiran masih jauh dari sempurna, namun itu bukanlah alasan untuk mengendurkan niat, melainkan justru seharusnya menjadi penyemangat kita, karena dari yang telah saya buktikan dan ceritakan lewat tulisan ini, Pemerintah DKI Jakarta setidaknya memiliki "will to be better".

Mari kita manfaatkan sebaik-baiknya peluang yang sangat langka ini, karena tak semua daerah memiliki Pemerintah yang cepat tanggap seperti Pemprov DKI. Salah satunya, melaporkan ketidakberesan yang kita lihat atau alami terkait layanan publik di Ibukota, sebagaimana disarankan oleh @TMCPoldaMetro.
=============== P.S. Tulisan ini sudah saya unggah di Kompasiana, tapi karena tak bisa embed twit di sana, maka saya taruh di sini. Ya betul, blog sebesar Kompasiana tidak memfasilitasi embed twit! *facepalm

Kecewa dengan BOLT!

Salah satu keuntungan tinggal di Jakarta menurut saya adalah dapat menikmati lebih awal, layanan-layanan atau produk-produk barang atau jasa yang kelak bersifat nasional. Salah satunya adalah layanan internet 4G dari PT Internux dengan nama Thunder (prabayar) BOLT! Saya adalah salah satu pengguna awal dari layanan internet berkecepatan tinggi tersebut.

Selama ini, saya tidak memiliki banyak kendala dengan BOLT!, kecuali satu-dua kali gangguan sinyal karena memang ada kerusakan--atau memakai istilah operator, "peningkatan jaringan." Akan tetapi, apa yang saya alami hari Senin (26/1) kemarin berbeda. Beginilah kronologi kekecewaan saya terhadap layanan Thunder BOLT! yang juga sudah saya sampaikan dalam laman pengaduan konsumen di website Ombudsman dan Perlindungan Konsumen:

Pada hari Senin, 26 Januari 2015 sekitar pukul 21.00, saya mengisi pulsa BOLT! senilai total Rp 200.000,00 dengan tujuan untuk membeli kuota paket data internet dengan nilai yang sama.

Akan tetapi, pembelian yang saya lakukan melalui aplikasi Android maupun website BOLT! selalu gagal.

Saya lalu menelepon Customer Care dan dijawab, bahwa pulsa saya telah berkurang menjadi Rp 199.941,00 sehingga tidak bisa melakukan pembelian. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Kata Customer Care BOLT! per 17 Desember ada program internet "non-kuota", yang artinya, pelanggan akan dikenakan biaya per kb pemakaian internet, jika tidak memiliki kuota paket data.

Sebagai pelanggan lama, saya tidak pernah menerima pemberitahuan mengenai "program baru" tersebut, baik melalui e-mail, telepon, sms, atau surat.

Tidak ada solusi yang dapat diberikan oleh Customer Care, selain bahwa saya HARUS mengisi ulang pulsa lagi, yang harga termurahnya sebesar Rp 25.000,00; atau, membeli paket data dengan nominal yang lain.

Hal ini tentu saja sangat memberatkan dan merugikan saya sebagai konsumen. Dan, sangat besar kemungkinan hal serupa terjadi pula pada pelanggan BOLT! yang lain. Andai saya membeli pulsa lagi senilai Rp 25 ribu agar dapat membeli kuota sebesar Rp 200 ribu, maka ada saldo uang saya yang "tersangkut" di sistem BOLT sebesar Rp 24.941,00. Belum lagi pengguna-pengguna BOLT! yang lain.

Harapan saya, tentu saja, adalah agar ada penyelesaian yang bertanggung jawab dari PT Internux sebagai penyelenggara layanan internet BOLT! mengenai kendala yang saya miliki ini. Kembalikan Rp 59,00 saya, supaya dapat membeli paket data kuota Rp 200.000,00.

Saya juga berharap, agar pemakaian aplikasi Android BOLT! dan juga kunjungan ke website BOLT! TIDAK DIKENAKAN BIAYA, sebagaimana lazimnya perusahaan telekomunikasi penyedia jaringan internet lainnya.

Berikutnya, saya berharap agar tiap kebijakan baru diinformasikan kepada pelanggan, setidaknya melalui e-mail, sehingga tidak terjadi "kesalahpahaman." Saya percaya, PT Internux tidak memiliki maksud untuk "mengerjai" pelanggannya.

Screenshot dari Aplikasi Android BOLT!